JURNAL SOREANG - Selain perang dan pandemi, jumlah sperma yang turun menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di masa depan. Demikian peringatan
Kelangsungan hidup manusia dalam 30 tahun ke depan akan terancam. Bukan karena perang atau pandemi sebuah penyakit, berkurangnya populasi manusia akan berkurang akibat turunnya jumlah sperma.
Seorang ahli epidemiologi terkemuka, Shanna Swan mengatakan, krisis kesuburan akan menjadi ancaman global terbesar dalam setidaknya 30 tahun mendatang. Hal ini dipaparkannya dalam buku barunya yang provokatif, Count Down: How Our Modern World Is Threatening Sperm Counts.
Baca Juga: Rencana Belajar Tatap Muka di Tahun Ajaran Baru Disambut Gembira Kalangan Pendidikan
Menurutnya, jumlah sperma yang turun bisa menjadi ancaman sebesar krisis iklim.
Swan, ahli epidemiologi lingkungan dan reproduksi Icahn School of Medicine, Mount Sinai, New York ini juga pada tahun 2017, mengungkapkan, jumlah sperma di seluruh dunia telah turun lebih dari setengahnya selama empat dekade terakhir. Penurunan masih akan berlanjut dalam beberapa dekade mendatang.
Saat ini hanya sekitar 1,9 persen dari semua bayi yang lahir di Amerika merupakan hasil teknologi reproduksi buatan. Namun tahun 2050 semua akan berubah.
Ia memperkirakan, saat itu sebagian besar orang di seluruh dunia tidak akan bisa hamil tanpa bantuan teknologi akibat penurunan jumlah sperma di seluruh dunia.