Hari Kedua Kongres Kebudayaan Indonesia 2023, Berikut Persoalan yang Dibahas

28 Oktober 2023, 05:46 WIB
Hari kedua Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2023 masih diwarnai dengan diskusi mendalam dan pertukaran gagasan antara para ahli, praktisi, dan pemangku kepentingan kebudayaan. /Kemendikbudristek/

JURNAL SOREANG– Hari kedua Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2023 masih diwarnai dengan diskusi mendalam dan pertukaran gagasan antara para ahli, praktisi, dan pemangku kepentingan kebudayaan.

KKI 2023 akan berlangsung dari 23-27 Oktober 2023 di kompleks Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Jakarta.

“Kegiatan ini dirancang untuk menjadi forum strategis dalam mendorong koordinasi efektif, mengumpulkan aspirasi, dan menjaring rekomendasi konkret untuk penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemajuan Kebudayaan 2025-2029. Selain itu, kongres ini juga berfokus pada penggalangan dukungan publik demi penguatan infrastruktur publik bidang budaya dan Dana Abadi Kebudayaan Daerah,” jelas Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid, di Jakarta, Selasa 24 Oktober 2023.

 

Salah satu yang menjadi sorotan di hari kedua KKI 2023 adalah pidato kebudayaan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Damayanti Buchori.

Dalam pidatonya terkait Kebudayaan dan Kedaulatan Pangan, ia memaparkan pentingnya membangun sistem pangan yang memperhitungkan kompleksitas karakteristik sosial, ekologi, dan budaya pada lebih dari 17 ribu pulau di Indonesia.

Damayanti juga menyoroti isu krisis pangan global yang mempengaruhi jutaan penduduk di berbagai belahan dunia. Meskipun Indonesia tidak termasuk dalam negara-negara yang secara langsung terkena dampak, ia menegaskan perlunya kesadaran akan ketergantungan pangan terhadap pasar global dan pentingnya memperkuat sistem pangan domestik.

Baca Juga: Hari Pertama Kongres Kebudayaan Indonesia 2023, Ini Persoalan yang Menjadi Sorotan

Oleh karenanya, Damayanti juga mengajak semua pihak untuk memahami bahwa pangan bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi juga simbol kebudayaan yang diwariskan melalui berbagai tradisi dan ritual adat di Nusantara.

Transformasi sistem pangan, menurutnya, haruslah berdasarkan pada pengakuan akan kekayaan budaya Indonesia.

"Kedaulatan pangan bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi juga merupakan cerminan dari identitas dan keberagaman budaya yang memperkaya peradaban kita. Dengan memahami dan menghormati warisan budaya kita, kita dapat membangun sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia," ujarnya.

Lebih lanjut, Damayanti menyerukan kolaborasi dan tindakan bersama demi memastikan ketersediaan pangan yang memadai untuk semua warga Indonesia.

 

Pada hari kedua  juga berlangsung diskusi bertemakan "Merawat Maestro untuk Regenerasi Kebudayaan" yang dihadiri oleh beberapa narasumber berpengalaman. Mereka berkomitmen dalam melestarikan warisan budaya Indonesia.

Ada seniman Melati Suryodarmo, budayawan Butet Kartaredjasa, Abroorza Ahmad Yusra sang penerima Dana Indonesiana, Felencia Hutabarat dari Dewan Kesenian Jakarta, hingga Ninie Susanti dari Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia.

Dalam diskusi ini, Butet Kartaredjasa mengemukakan kebutuhan akan pengakuan terhadap kecakapan maestro di berbagai bidang, termasuk bidang pangan. Ia menyoroti pentingnya dokumentasi dan pewarisan arsip kebudayaan untuk memastikan keberlangsungan dan pertumbuhan budaya di masa mendatang.

“Karena pewarisan atas arsip maestro dapat menjadi sumber pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi masa depan kebudayaan,” jelas Butet.

 

Melati Suryodarmo menambahkan pentingnya memperkenalkan maestro kepada generasi muda melalui pendekatan organik di lingkungan pendidikan formal. Basis data yang menghimpun informasi tentang maestro tradisi penting untuk memudahkan generasi muda dalam mempelajari dan menghargai warisan seni tradisional.

Meski demikian, tak jarang tantangan dalam mendokumentasikan dan mendistribusikan arsip maestro menemui beragam kendala. Oleh karena itu, menurut Felencia Hutabarat sebagai perwakilan Dewan Kesenian Jakarta, penting agar dilakukan kerja sama antar lembaga dan dukungan infrastruktur yang memadai untuk memastikan akses publik terhadap database maestro tersebut.

Di akhir diskusi, para peserta berharap dengan sinergi dan tindakan kolaboratif yang diperkuat antara berbagai pihak terkait, keberlanjutan dan penghargaan terhadap maestro dan kebudayaan Indonesia dapat terus terjaga dan diwariskan dengan baik bagi generasi mendatang.***

Editor: Sarnapi

Sumber: Kemendikbudristek

Tags

Terkini

Terpopuler