Katak Langka Nyctixalus Margaritifer Ditemukan di Belantara Hutan Sanggabuana Karawang Jawa Barat

13 September 2023, 11:55 WIB
Katak pohon mutiara, satwa langka endemik Jawa, ditemukan di Pegunungan Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat. /Sanggabuana Conservation Foundation (SCF)/ /

JURNAL SOREANG - Peneliti menemukan spesies katak langka di belantara hutan Kabupaten Karawang. Spesies langka itu ialah katak pohon mutiara yang ditemukan di Curug Cikoleangkak, Pegunungan Sanggabuana, Desa Cintalaksana, Kecamatan Tegalwaru, Karawang. Peneliti yang menemukan katak langka itu berasal dari Sanggabuana Conservation Foundation (SCF). Mereka menemukan Katak Pohon Mutiara saat sedang mendampingi mahasiswa biologi Universitas Islam As-Syafi'iyah Pondok Gede. 

"Katak pohon mutiara ditemukan di aliran sungai Cikoleangkak saat kami melakukan pendampingan teman-teman mahasiswa Biologi," kata Direktur Eksekutif SCF Solihin Fuadi. 

"Ketemunya malam hari ketika mengenalkan herpetologi dan satwa nocturnal kepada teman-teman, katak itu ada di daun pohon ketika menyeberang sungai kecil dibawah Curug Cikoleangkak menuju basecamp kami di Cikoleangkak. Lokasi penemuan ini di ketinggian sekitar 600 mdpl," lanjutnya menerangkan. 

Baca Juga: Pilpres 2024: Relawan Ingin Ridwan Kamil Jadi Cawapres Ganjar Pranowo

Katak pohon mutiara punya nama latin Nyctixalus Margaritifer. Binatang amfibi ini memiliki ciri khas yakni tubuhnya yang berwarna oranye terang kecoklatan dan bercorak bintik putih, merah atau kuning. Bintik-bintik itulah yang menyerupai mutiara. Katak pohon mutiara merupakan binatang endemik Jawa yang termasuk nokturnal langka. Kini populasi katak pohon mutiara ini terus menurun akibat habitat aslinya yang berkurang. 

"Yang jelas penemuan katak pohon mutiara ini hal yang berharga, karena populasinya terus menurun, ini membuat kami gembira, selain menambah daftar temuan keanekaragaman hayati di Sanggabuana, hewan dari jenis amfibi ini juga menjadi indikator lingkungan yang baik," jelas Solihin. 

Lebih lanjut, menurutnya katak pohon mutiara termasuk dalam daftar resiko rendah di International Union for Conservation of Nature Red List (IUCN). Selain di Sanggabuana, katak ini juga bisa ditemukan di sejumlah wilayah lain di Jawa Barat yang memiliki ketinggian 500-1.200 mdpl. 

Baca Juga: Jokowi Bakal Jajal Kereta Cepat Jakarta Bandung, PJ Gubernur Jabar Optimistis bisa Genjot Pertumbuhan Ekonomi

"Ciri khas keunikannya adalah berwarna oranye kecoklatan, dengan bintik putih acak di sebagian besar tubuhnya. Bintik putih atau merah, serta kuning keputihan itu yang mirip mutiara sehingga disebut katak ini disebut katak pohon mutiara," lanjutnya. 

Ia menjelaskan, katak mutiara endemik jawa itu termasuk hewan nokturnal langka, yang hingga kini populasinya terus menurun akibat berkurangnya alam liar yang menjadi habitat mereka. 

"Yang jelas penemuan katak pohon mutiara inj hal yang berharga, karena populasinya terus menurun, ini membuat kami gembira, selain menambah daftar temuan keanekaragaman hayati di Sanggabuana, hewan dari jenis amfibi ini juga menjadi indikator lingkungan yang baik," imbuhnya. 

Baca Juga: Menuju Kota Cerdas yang Terhubung dan Inovatif: Kominfo Memimpin Langkah dengan Cetak Biru

Katak mutiara endemik jawa itu, kata Solihin, merupakan salah satu bioindikator yang menandakan kondisi lingkungan hutan, dan aliran sungai masih terjaga.

Katak mutiara itu, juga termasuk dalam daftar resiko rendah di International Union for Conservation of Nature Red List (IUCN). "Java Tree Frog atau Pearly Tree Frog ini juga masuk dalam kategori Least Concern (LC) atau resiko rendah berdasarkan data assesment tahun 2017 di IUCNRedList. Populasi katak pohon mutiara yang masuk dalam family Rhacophoridae juga menurun atau decreasing," ungkap Solihin. 

 

"Temuan katak pohon mutiara ini akan kami gunakan sebagai edukasi di lapangan, bagaimana peran sebuah takson sebagai indikator lingkungan, guna mengurangi potensi ancaman penurunan populasi akibat perubahan fungsi kawasan hutan, sekaligus mitigasi untuk mencegah penurunan populasinya," tutup Solihin.*** 

Editor: Yoga Mulyana

Sumber: Sanggabuana Conservation Foundation

Tags

Terkini

Terpopuler