Karena Udjo Ngalagena mahir bermain kecapi dan gamelan yang dipelajari dari Mang Koko (kecapi) dan Raden Machjar Angga Koesoemadinata (gamelan), sehingga Udjo Ngalagena menciptakan angklung bernada Pentatonis (lima nada).
Pentatonis terdiri dari Pelog (do-mi-fa-sol-si) dan Slendro (do-re-mi-sol-la).
"Pada tahun 1955 saat Konferensi Asia Afrika (KAA), pak Daeng seharusnya jadi Konduktor pertunjukan angklung tapi beliau harus pergi ke Australia. Jadinya, bapak saya (Udjo Ngalagena) yang menggantikannya," tutur Sam Udjo.
Baca Juga: Angklung Harus Diselamatkan, dari Bahan Bambu sampai Nasib Saung Angklung Udjo
Ia menuturkan Saung Angklung Udjo sempat mencicipi masa kejayaan. Kunjungan wisatawan ke Saung Angklung Udjo tidak kurang dari 300 orang setiap harinya.
Bahkan, saking banyaknya kunjungan wisatawan dari mancanegara, pihaknya membagi jadwal pertunjukan sebanyak tiga kali sesi dalam sehari, yakni jam 10.00, 13.00, dan 15.30.
Namun, masa kejayaan Saung Angklung Udjo redup oleh pandemi Covid-19. Sejak Maret 2020, tidak ada kunjungan wisatawan sama sekali.
Baca Juga: Saung Angklung Udjo Terancam Bangkrut dan Tutup, Ini Reaksi Melly Goeslaw dan Armand Maulana
Imbasnya, pendapat pun menurun drastis. Saung Angklung Udjo memiliki karyawan tetap sebanyak 120 orang terpaksa merumahkan mereka.
Sementara, para pelaku pementasan yang jumlahnya bisa mencapai ratusan orang, sebagian besar para pelajar, tidak ada pekerjaan selama hampir 1,5 tahun.