Kondisi Polusi Udara Jakarta Semakin Parah, tapi KLHK Bantah Jakarta Terburuk di Dunia,Ini Penjelasannya

- 15 Agustus 2023, 20:02 WIB
Berdasarkan data IQAir Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 156 atau masuk kategori tidak sehat. /KLHK/
Berdasarkan data IQAir Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 156 atau masuk kategori tidak sehat. /KLHK/ /

JURNAL SOREANG - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah bahwa polusi udara di Jakarta merupakan yang terburuk di dunia.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro mengatakan perlu ada perbandingan data untuk melihat indeks kualitas udara di Ibu Kota.

"Sebetulnya kalau diframing bahwa kita itu terkotor, tercemar di seluruh dunia nomor satu, itu yang perlu diluruskan. Kita belum melihat sumber info yang lain," kata dia dalam konferensi pers di KLHK, Jakarta Pusat pada Selasa 15 Agustus 2023.

 

Ia pun merujuk pada situs aqcin.org. Dalam laman tersebut, tuturnya, tingkat polusi di Jakarta adalah 160. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan di Yangon Myanmar yaitu 211, Kopenhagen Denmark sebesar 500 dan Alaska di level 200.

Sigit juga membeberkan angka polusi udara yang dihimpun oleh KLHK sejak 2018 hingga 2023. Berdasarkan data tersebut, bahkan tingkat polusi udara Jakarta selama masa pandemi dan pra-pandemi berada dalam kondisi baik.

Kendati demikian, ia tak menampik terjadi peningkatan polusi pada beberapa bulan terakhir. Penyebabnya, kata dia, adalah faktor debu yang berkontribusi terhadap indeks kualitas udara di jakarta.

Baca Juga: Terapkan WFH, Menparekraf Cegah Peningkatan Polusi Udara

Lebih lanjut, Sigit menjelaskan latar belakang kualitas udara di perkotaan Indonesia, khususnya Jakarta terlihat buruk. Pasalnya, pengukurannya berada di kawasan yang terhalang gedung, sehingga terjadi perputaran angin yang terjebak di wilayah itu.

"Kalau itu terjadi di gedung yang diapit maka yang terjadi angin itu tidak bergerak di mana-mana, sehingga ini disebut pencemaran meningkat sekian kali dari base-nya," kata dia.

Ditambah karena efek kendaraan motor, ia mengatakan polusi tidak bisa bergerak ke mana-mana sehingga konsentrasi pencemaran bisa meningkat bahkan 10 kali dari kondisi yang ada.

Menurutnya, hal itu yang sebetulnya membuat terjadi konsentrasi pencemaran yang tinggi di Jakarta atau karena fenomena street canyon.

 

Menurut Sigit, hal itu juga terjadi di kota besar lainnya di Tanah Air seperti Bandung. Karena bentuknya berupa lembah, ia berujar polusi udara di bandung terjebak dan hanya bisa lolos jika ada hujan atau angin yang memecah jebakan polusi itu.

Sementara itu, situs IQAir menilai kualitas udara Jakarta merupakan yang terburuk di dunia pagi ini per pukul 06.14. Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta tercatat 170 poin atau masuk kategori tidak sehat dengan konsentrasi polutan utama PM2.5 sebesar 93,2 mikrogram per meter kubik.

Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 18.6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO). Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer).

Baca Juga: Istimewa! Head Unit Baru Ini Klaim Dapat Jernihkan Udara di Kendaraan, Solusi Ideal Hadapi Polusi Jakarta?

Adapun kota terpolusi di dunia di bawah Jakarta pagi ini berdasarkan situs tersebut, yaitu Dubai, Uni Emirat Arab (AQI: 157); dan Johannesburg, Afrika Selatan (AQI:156); Hanoi, Vietnam (AQI: 151); dan Doha, Qatar (AQI: 140).

Berbagai pihak pun mulai menyoroti penyebab polusi udara Jakarta. Tak sedikit pula yang mengkritisi kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menangani masalah tersebut.

Lantas, apa saja penyumbang polusi di Jakarta?, ini Lima Penyebab Polusi Udara Jakarta, Salah Satunya Karena Perputaran Angin.

1. Kondisi Alam dan Gas Buang

Pakar polusi udara dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Puji Lestari menyatakan bahwa tingkat polusi udara belakangan ini memang tinggi. Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab, seperti kondisi alam dan emisi atau gas buang dari alat transportasi serta industri.

 

Kondisi alam, kata Puji, sangat berpengaruh. Pada musim hujan, polutan bisa luruh sehingga udara menjadi bersih. Namun sebaliknya, saat muncul El Nino dapat menyebabkan kemarau semakin panjang dan bertambah kering.

Puji melanjutkan, dia dan timnya meneliti soal emisi serta distribusinya di Jakarta pada 2019. Mereka menghitung tingkat polusi di tiga wilayah, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan serta hasilnya dipublikasikan pada 2022.

Polutan partikulat atau debu halus yang dikenal dengan istilah PM2.5 utamanya berasal dari transportasi dan industri. “Dari transportasi bisa 46 persen, industri 43 persen,” ucap guru besar Teknik Lingkungan ITB itu.

2. Kebijakan Pemprov DKI agak melenceng

Juru Kampanye dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan bahwa selama musim kemarau panjang, polusi udara Jakarta meningkat kembali.

Baca Juga: Tepis Isu Pembangkit Listrik Jadi Penyebab Buruknya Kualitas Udara, KLHK: Masalahnya Adalah Transportasi

Dia membandingkan dengan kondisi pada 2020, 2021 dan 2022. Selama tiga tahun berturut-turut, angka tidak sehat mengalami penurunan.

Menurut Bondan, penurunan polusi udara itu akibat curah hujan tinggi, bukan keberhasilan pemerintah. Ia menilai, justru kebijakan Pemprov DKI banyak yang agak melenceng, misalnya meningkatkan instalasi atap panel surya, tetapi belum terlihat hingga kini.

Namun, mereka memilih mengganti 186 kendaraan Dinas Perhubungan (Dishub) dengan kendaraan listrik (electric vehicle) senilai Rp7 miliar. “Negara, pemerintah baru bergerak ketika ada sentilan dari warga. Jika tidak ada gugatan, tidak bergerak,” kata Bondan.

3. Musim Kemarau

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto memaparkan, kualitas udara Jakarta menurun dalam beberapa bulan terakhir lantaran musim kemarau. Ia menjelaskan bahwa pada Juli sampai September mendatang, musim kemarau sedang tinggi-tingginya.

 

“Sehingga berakibat pada kualitas udara menjadi kurang baik,” tutur Asep saat konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa 15 Agustus 2023.

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan juga menyatakan hal yang sama. Dia menuturkan bahwa pencemaran udara cenderung meningkat saat musim kemarau.

“Hal lain yang menarik dan perlu dicermati, kondisi kualitas udara itu ada siklus harian, malam hari, dini hari, setelah pagi cenderung lebih tinggi dibandingkan siang sampai sore karena siklus harian,” kata Sena.

4. Transportasi

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyampaikan bahwa tingginya polusi udara di Jakarta dipengaruhi oleh beragam polusi.

Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Semakin Memburuk, Berikut Penegasan Menteri Sandiaga Soal Dampaknya ke Wisata

“Meningkatnya dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi yang mengakibatkan polusi,” ucapnya di Jakarta Pusat, pada Selasa 15 Agustus 2023.

Sumber emisi lokal, menurut dia berasal dari transportasi dan residensial. Sementara kontribusi polusi regional datang dari kawasan industri dari lokasi penyangga ibu kota. Kata dia, transportasi menjadi penyumbang pencemaran udara terbesar.

“Kalau dihitung-hitung 50 persen dari transportasi,” ujar pria yang juga menjabat Kepala Sekretariat Presiden itu.

5. Perputaran Angin

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menampik polusi udara Jakarta yang disebut terburuk di dunia. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro menyebutkan perlu ada perbandingan data untuk melihat indeks kualitas udara.

 

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa latar belakang kualitas udara perkotaan di Indonesia, terutama Jakarta terlihat lebih buruk karena pengukurannya di kawasan terhalang gedung. Sehingga, menurut dia, terjadi perputaran angin yang terkumpul di wilayah itu.

“Kalau itu terjadi di gedung yang diapit, maka angin itu tidak bergerak ke mana-mana, sehingga polusi udara Jakarta meningkat sekian kali dari base-nya,” kata Sigit di Jakarta Pusat, pada Selasa 15 Agustus 2023.***

Editor: Sarnapi

Sumber: KLHK


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah