AAI sendiri, kaya Gunawan, didirikan pada tanggal 10 Juni 2015 dengan keanggotaan yang terus berkembang.
"Angklung telah menyatukan para seniman, pemerhati, penggemar bahkan masyarakat Jawa Barat dan Indonesia. Angklung merujuk ke Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi," katanya yang menambahkan angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan non benda dari UNESCO sejak November 2010.
Baca Juga: Ini Langkah Menparekraf Sandiaga Uno untuk Bangkitkan Pariwisata, Saung Angklung Udjo Juga Dibantu
Tidak ada petunjuk pasti sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern.
"Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya," katanya.
Seiring perkembangan teknologi, ujar Gunawan, angklung juga berkembang pesat sehingga tak sebatas memakai bambu dan digoyangkan.
"Sudah berkembang luas angklung digital dan jenis lainnya. Namun tetap saja angklung dari bambu akan tetap hadir. Semoga kebun bambu sebagai bahan pembuat angklung juga ikut lestari," katanya.***