Pilpres 2024: Relawan Ingin Ridwan Kamil Jadi Cawapres Ganjar Pranowo

13 September 2023, 11:25 WIB
Ridwan Kamil dilirik menjadi cawapres Ganjar Pranowo. /KPU/ /

JURNAL SOREANG - Pertarungan untuk menentukan siapa bacawapres yang akan mendampingi Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, kian gencar. Setelah Muhaimin Iskandar bakal mendampingi bacapres Anies Baswedan, kini Ridwan Kamil mulai dimunculkan. Bagaimana kans Sandiaga Uno dan AHY? 

Nama Ridwan Kamil mulai gencar dimunculkan sebagai salah-satu bakal calon wakil presiden untuk mendampingi Ganjar Pranowo. 

Sejumlah pimpinan PDI Perjuangan membenarkan hal itu, apalagi Ridwan Kamil dilaporkan telah bertemu Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. 

Baca Juga: Jokowi Bakal Jajal Kereta Cepat Jakarta Bandung, PJ Gubernur Jabar Optimistis bisa Genjot Pertumbuhan Ekonomi

Belakangan Menko Polhukam Mahfud MD juga disebut sebagai alternatif lainnya sebagai bacawapres Ganjar. Beberapa media melaporkan Mahfud mengaku sudah bertemu Megawati. 

Nama Ridwan Kamil dan Mahfud adalah dua dari lima nama lainnya yang disebut berpotensi mendampingi Ganjar. 

Nama lainnya adalah Sandiaga Uno yang terus diperjuangkan PPP. Dalam perkembangan lainnya, Partai Demokrat menyatakan tidak akan memaksa AHY menjadi cawapres jika memutuskan untuk bergabung dengan koalisi yang ada.

Di sisi lain, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui Wakil Ketua Majelis Syura Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa partainya tetap mendukung capres Anies Baswedan dan tidak akan keluar dari koalisi perubahan untuk persatuan. 

”PKS tetap konsisten dengan keputusan-keputusan Majelis Syura soal Bacapres maupun Bacawapres,” kata Hidayat. 

Hingga berita ini dinaikkan, PKS belum mengadakan musyawarah Majelis Syura terkait pengusungan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024. 

Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia, Adam Kamil, menilai Demokrat dan PPP kemungkinan besar akan bergabung dengan koalisi PDIP. Sebab, jika kedua partai itu memutuskan untuk membuat ‘poros keempat’ maka jumlah kursi tidak akan cukup untuk memenuhi batas 20% suara gabungan partai. 

Baca Juga: Menuju Kota Cerdas yang Terhubung dan Inovatif: Kominfo Memimpin Langkah dengan Cetak Biru

”Keuntungan bergabung dengan PDIP, yang pasti dia bisa mengusung capres dan berpeluang mendapat coattail effect [efek ekor-jas] dari capres yang diusungnya. Kalau kerugiannya, dia tidak punya calon yang diusung,” ujar Adam. 

Apa pro-kontra PPP dan Demokrat jika bergabung dengan koalisi besar? 

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan, menyatakan bahwa Demokrat masih mempertimbangkan koalisi mana yang mereka akan memilih untuk bergabung.

"Kita belum bisa menentukan yang mana kita lebih condong. Karena kita masih punya waktu yang banyak untuk melakukan evaluasi. Dan tingkat kenyamanan juga menjadi pertimbangan kita,“ ujar Syarief. 

Ia mengungkapkan komunikasi antara Demokrat dan koalisi Ganjar dan koalisi Prabowo masih terus berjalan. 

Namun, Demokrat sudah tidak lagi mengharuskan AHY dipilih menjadi bakal cawapres jika diterima oleh koalisi lain. 

"Kalau koalisi baru, mungkin kita masih mempertimbangkan itu. Tetapi kalau merapat ke koalisi, mungkin sudah tidak mempertimbangkan lagi (mencalonkan AHY),“ tutur Syarief. 

Direktur Eksekutif Puskapol UI sekaligus dosen Departemen Ilmu Politik FISIP UI, Hurriyah, menilai keputusan Demokrat cukup wajar karena dari segi elektabilitas, sosok AHY kurang kuat untuk mendongkrak calon-calon yang ada.

Baca Juga: Sektor Pos: Membangun Jaringan Layanan Publik yang Luas dan Inklusif

"Pilihan paling rasional yang bisa diambil oleh Demokrat kalau mereka ingin menjadi bagian dari koalisi, adalah mengikuti saja koalisi mana pun yang mau menerima Demokrat,“ kata Hurriyah kepada JurnalSoreang.com. 

Menurut Hurriyah, Demokrat memiliki peluang menang lebih besar jika bergabung dengan kubu Prabowo. Sebab, saat ini Prabowo memiliki tingkat popularitas tertinggi dan memegang koalisi gabungan partai terbesar. Hasil survei terbaru dari Polling Institute menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo Subianto mengungguli Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Dari tiga nama besar, elektabilitas Prabowo berada di angka 36,3 persen. Di posisi kedua ada Ganjar dengan 32,4 persen, lalu Anies dengan dukungan 20 persen. 

Sementara peneliti LSI, Adam Kamil, menilai bahwa kans Demokrat bergabung dengan PDIP lebih besar ketimbang dengan Gerindra. 

Ia merujuk pada pengalaman pahit sebelumnya ketika AHY disalip oleh Sandiaga Uno yang menjadi cawapres Prabowo dalam Pilpres 2019 lalu. 

Menurut Adam, dengan kondisi yang ada, Demokrat hanya perlu memilih tokoh capres yang akan diusung supaya dapat memenangkan Pilpres 2024. 

“Meskipun dia tidak bisa mencalonkan tokohnya, dia bisa membuat kesepakatan kalaupun menang. Dia bisa mendapatkan jatah menteri atau jatah jabatan publik,“ ujar Adam. 

Berbeda halnya dengan PPP, yang menurut Adam masih memiliki keinginan untuk mengusung Sandiaga Uno sebagai cawapres Ganjar. Meskipun, menurut dia, elektabilitas Sandiaga masih kalah dengan Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. 

Baca Juga: Pemilu 2024: Wapres Maruf Amin Tekankan Peran Media dan Partai Politik dalam Menjaga Kesejukan

Tak hanya itu, sosok yang akrab disapa Kang Emil disebut berpotensi mendongkrak popularitas Ganjar karena Jawa Barat juga memiliki konsentrasi pemilih terbesar secara nasional, yakni 17 persen hingga 18 persen. 

Sehingga, sambungnya, wajar jika pihak Ganjar melirik Ridwan Kamil sebagai bakal cawapres. 

“Cukup jauh signifikan antara Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno. Bang Sandi di bawah, kalau Kang Emil di atas,“ katanya. 

Terkait cawapres Ganjar, Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi menegaskan bahwa PPP berkomitmen untuk menjalankan amanat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kelima, yaitu “memenangkan Ganjar Pranowo dan memperjuangkan Sandiaga Uno sebagai cawapres Ganjar“. Jikalau pun akhirnya bukan Sandiaga Uno yang terpilih menjadi cawapres Ganjar, ia menegaskan pihaknya akan tetap menjajaki proses kerja sama politik yang ada demi memperkuat ikatan internal antara PPP dan PDIP. “Kami tentu percaya atas dasar kerja sama ini akan berjalan dengan baik. Semua keputusan nanti akan dibicarakan, dimusyawarahkan dan itu semua [terkait] bagaimana memenangkan Pak Ganjar Pranowo,“ kata Arwani. 

Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Romahurmuziy mengatakan hingga kini Sandiaga Uno menjadi satu-satunya nama yang diusulkan empat partai koalisi sebagai cawapres pendamping Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. "Perlu kami tegaskan, hanya nama Pak Sandi yang muncul di pertemuan para Ketum pekan lalu. Karena hanya PPP melalui Pak Mar (Mardino, Ketum PPP) yang mengajukan nama cawapres, yaitu Pak Sandi, sesuai hasil Rapimnas PPP 17-18 Juni lalu," kata Rommy dalam keterangannya kepada media. Rommy menyebut, dua partai lain yakni Partai Hanura dan Perindo hingga kini belum mengusulkan nama cawapres Ganjar. Ia meyakini Sandi merupakan kandidat kuat cawapres pendamping Ganjar.

Bagaimana dengan nasib PKS setelah PKB gabung? 

Meskipun PKS masih belum menentukan sikap terkait pasangan Anies-Cak Imin, peneliti LSI, Adam Kamil menilai PKS tidak mungkin keluar dari koalisi perubahan yang mengusung Anies Baswedan. “Basisnya PKS itu ada di dalam Anies. Kalau mereka lompat dari gerbong itu, belum tentu basisnya ikut partainya. Jadi tetap berat bagi PKS,” kata Adam. Ia mengatakan kalaupun PKS tak lagi mendukung Anies, para pendukung partai tersebut akan tetap berpihak pada Anies meskipun berseberangan dengan pilihan partai. 

Lebih lanjut, meski PKS dan PKB dianggap memiliki paham yang berseberangan karena PKS merepresentasikan Islam modernis sedangkan PKB melambangkan kaum Islam tradisional, Adam menilai hal tersebut justru dapat menguatkan koalisi Anies. ”Seandainya koalisi ini bisa mengkonsolidasikan paling tidak 60% basis Islam, itu bisa menang satu putaran. Karena itu menggabungkan dua basis Islam yang terbelah,” ujar Adam. 

Baca Juga: Hari Ini 13 September 2023 Rebo Wekasan Tiba, Cek 5 Tradisi Nusantara Sambut Rabu Terakhir di Bulan Safar

Ia pun yakin bahwa musyawarah Majelis Syura tidak akan banyak membahas mengenai apakah PKS menerima atau menolak Muhaimin sebagai Cawapres Anies. Melainkan, mereka akan membicarakan strategi paling tepat untuk memenangkan Pilpres 2024 dengan Anies. Terkait hubungan antara PKS dan PKB, juru bicara PKS Pipin Sopian mengatakan hubungan antara kedua partai cukup baik dan kerja sama berjalan dengan lancar. Bahkan, PKS dan PKB pernah berkoalisi di beberapa daerah saat Pilkada. 

”Kami sebetulnya (hubungan) dengan PKB baik, dengan Cak Imin silaturahmi juga terjalin. Malah saya kira dengan PKB hadir di koalisi perubahan, kami yakin peluang Anies Baswedan menang besar,” kata Pipin. Ia mengatakan bahwa PKS masih mempersiapkan diselenggarakannya musyawarah Majelis Syura yang akan menghasilkan keputusan akhir terkait Anies-Cak Imin. Bahkan Cak Imin juga berencana mengunjungi PKS untuk menjalin silaturahmi, katanya. 

Wakil Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa gabungan suara PKS dan PKB dapat memperbesar peluang Anies memenangkan Pilpres 2024. ”Sangat wajar apabila Bacapres Anies Baswedan, Nasdem dan PKB sangat berharap agar bisa menang, dengan PKB kuat di Jatim dan Jateng, tapi juga dengan PKS yang kuat di Jabar, Jakarta dan Banten. 

Bagaimana dengan peluang terbentuknya 'poros keempat'? 

Dengan sikap PKS yang masih enggan meninggalkan koalisi Anies, Direktur Eksekutif Puskapol UI, Hurriyah mengatakan kemungkinan terbentuk poros keempat yang terdiri dari PPP dan Demokrat akan sangat kecil. ”Membentuk koalisi baru itu enggak mudah apalagi kalau sekadar membuat koalisi, kemudian mencari minimal 25% kursi partai yang memenuhi, itu bisa saja gabungan partai. ”Tapi tantangannya adalah, apakah bisa memenangkan pemilu?” ujarnya. 

Menurut Hurriyah, risiko membentuk poros keempat terlalu besar jika dibandingkan dengan peluang menang Pilpres 2024 jika harus berhadapan dengan koalisi Ganjar, koalisi Prabowo dan koalisi Anies. Sebab, untuk berkampanye saja membutuhkan ongkos dan sumber daya yang besar. Berdasarkan pengamatannya, Hurriyah menilai semua partai saat ini sedang memperhitungkan cara mencapai kans terbesar untuk memenangkan Pilpres 2024 dari segi elektabilitas tokoh-tokoh yang diusung. Sementara, poros baru akan sulit diharapkan untuk menang. 

”Membuat koalisi baru pun itu akan dianggap sebagai koalisi partai-partai burem. Karena figurnya nggak ada yang populer,” tutur Hurriyah. Senada, peneliti Indikator Politik Indonesia, Adam Kamil, menyebut pembentukan koalisi keempat sebagai ‘jalan buntung’ bagi partai manapun yang berupaya melakukannya. Dengan PKS tetap berdiri bersama Anies, ia mengatakan PPP dan Demokrat akan sulit menemukan partai besar lain yang dapat membantu mencapai syarat 20% suara gabungan partai yang dibutuhkan untuk mengusung calon baru. 

”Kalau membuat poros baru untuk membangunnya susah. Dan waktu semakin pendek untuk konsolidasi di lapangan. Elektabilitas calon juga belum pasti angkanya seberapa,” ungkapnya. Oleh karena itu, menjelang batas waktu pendaftaran pasangan Capres-Cawapres yang ditentukan KPU pada 10 Oktober 2023, ia menilai peta koalisi tidak akan banyak berubah. ”Porosnya tiga ini saja. Tetap dengan tiga poros dan komposisinya seperti ini. Plus dengan Demokrat satu lagi, entah ke Prabowo atau koalisi Ganjar. tapi kemungkinan besar ke koalisi Ganjar,” tutup Adam. 

Baca Juga: Tips Dalam Menekuni Bisnis Fotografi Dan Videografi untuk Pernikahan, Begini Katanya

 

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sandiaga Salahudin Uno mengatakan tak ada lagi isu membentuk poros baru dengan mengajak Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk mengusung bakal capres yang baru. "Kita istiqomah bersama dengan kerja sama politik yang telah kami tandatangani bersama PDI-P," kata Sandiaga. Ia mengatakan partainya akan konsisten mendukung bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo bersama PDIP.***

Editor: Yoga Mulyana

Sumber: KPU

Tags

Terkini

Terpopuler