Diduga Ada Kerugian Negara Rp362,6 Triliun, KLHK Harus Beberkan Perusahaan Pemegang Izin Konsensi Hutan

13 Februari 2022, 10:25 WIB
Ilustrasi hutan di Indonesia. Diduga Ada Kerugian Negara Rp362,6 Triliun, KLHK Harus Beberkan Perusahaan Pemegang Izin Konsensi /Pixabay

JURNAL SOREANG- Wakil rakyat asal Sukabumi,  drh. Slamet mengaku geram dengan sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menolak membeberkan data lengkap terkait penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai prosedur di sejumlah provinsi di tanah air.

Pasalnya di awal masa sidang tahun 2022 kementerian yang dinakhodai oleh Situ Nurbaya tersebut berjanji akan memberikan data perusahaan-perusahaan pemegang konsensi bermasalah tersebut.

"Namun  kenyataannya hingga saat ini KLHK belum menyampaikan data-data yang sudah menjadi kesimpulan rapat tersebut," katanya Sabtu 12 Februari 2022.

Baca Juga: 2018, Lahan Kritis Kawasan Hutan Jawa Barat Capai 911 Ribu Hektar, Reboisasi Tutupan Hutan Meningkat

"Dari laporan yang kami terima akibat penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai prosedur di 8 provinsi diduga  telah merugikan negara sebesar Rp362,6 triliun rupiah, sehingga sudah sepantasnya kami meminta KLHK untuk menyampaikan nama-nama perusahaan pemegang konsensi ataupun izin pemanfaatan hutan tersebut kepada kami," ungkap Slamet.

Ia pun merinci bahwa dalam laporan KLHK menunjukkan telah terjadi penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural pada areal kebun seluas 8,46 juta hektar dan 8.713 Hektar areal pertambangan yang berpotensi merugikan negara triliunan rupiah.

"Sehingga kami meminta KLHK untuk menyampaikan data mengenai nama-nama perusahaan yang bertanggung jawab atas lahan hutan tersebut," katanya.

Baca Juga: Salah Satunya dari Hutan Indonesia! Inilah 5 Benda di Dunia yang Dipercaya Berasal dari Surga, Apa Saja Itu?

Namun hingga waktu yang ditentukan KLHK tidak kunjung memberikan data-data tersebut. 

"Saya ingatkan kepada KLHK jika data-data tersebut tidak diserahkan,  maka kementerian bisa dianggap melanggar pasal 28 huruf c UU no 18 tahun 2013 yaitu melindungi pelaku penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dengan ancaman pidana 1 tahun hingga 10 tahun penjara dan denda mulai dari 1 M hingga Rp10 Miliar," tegasnya.

Slamet yang juga ketua Perhimpunan Petani dan Nelayan seluruh Indonesia juga menyampaikan bahwa praktik-praktik pemanfaatan hutan seperti ini sangat marak terjadi di Indonesia, negara sepertinya kalah kepada investor.

Baca Juga: Memiliki hutan bakau terbesar di dunia, Simak 10 Fakta Lain Tentang Indonesia yang Mendunia

Terlalu banyak peraturan perudangan yang dilanggar oleh para pelaku tersebut, misalnya Pasal 50 UU Kehutanan pasal 1 dan 2 dengan sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) untuk pasal 1 dan pasal 2 paling banyak 7,5 Miliar rupiah.

Belum lagi pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja revisi dari UU nomor 18 tahun 2013 yang semakin memberatkan pengurus korporasi/perusahaan pelaku penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yaitu pidana penjara antara 5-15 tahun dan denda sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) dan khusus untuk korporasinya ditambah 1/3 dari pidana dan denda yang dijatuhkan.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler