Ternyata Ada 2 Presiden Republik Indonesia yang Tidak Dicatat Negara dan Terlupakan, Begini Sejarahnya

8 September 2021, 11:16 WIB
Potret Syarifudin Prawiranegara dan Mr. Asaat. /Azmy Yanuar Muttaqien /Tangkapan layar Kaskus.id

JURNAL SOREANG - Masyarakat Indonesia umumnya hanya mengenal Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.

Padahal masih ada dua lagi Presiden Indonesia dan jarang sekali disebut, yaitu Sjafrudin Prawiranegara dan Mr. Assat. Siapakah mereka? Simak uraian Jurnal Soreang berikut ini dikutip dari Wikipedia:

1. Sjafruddin Prawiranegara

Sjafruddin Prawiranegara lahir di Banten pada 28 Februari 1911. Beliau adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca Juga: Sebentar Lagi PON XX Digelar, Ini Sejarah yang akan Dicatat Papua

Sjafruddin pernah menduduki beberapa jabatan struktural penting selama kurun 1946-1951, yakni sebagai Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Gubernur Bank Indonesia, Wakil Perdana Menteri, dan sebagainya.

Dirinya jugalah yang diketahui mengusulkan agar Indonesia memiliki uang sendiri, ORI (Oeang Republik Indonesia), menggantikan uang Javasche Bank, uang pemerintah Hindia Belanda, dan uang Jepang.

Ia menerima mandat dari presiden Soekarno ketika pemerintahan Republik Indonesia yang kala itu beribu kota di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda akibat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.

Sjafruddin Prawiranegara kemudian menjadi Perdana Menteri bagi kabinet tandingan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Tengah tahun 1958.

Baca Juga: Sejarah Tercipta dengan PON di Papua, Ketahui Makna Logo PON, Torang Bisa

2. Mr. Asaat

Setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949, Assaat diamanatkan menjadi Acting (Pelaksana Tugas) Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta hingga 15 Agustus 1950.

Dengan terbentuknya RIS (Republik Indonesia Serikat), jabatannya sebagai Penjabat Presiden RI pada Agustus 1950 selesai, demikian juga jabatannya selaku ketua KNIP dan Badan Pekerjanya.

Bagi orang-orang yang mengenalnya Asaat adalah pribadi yang sederhana. Ketika menjadi Penjabat Presiden, ia tidak mau dipanggil Paduka Yang Mulia, lebih memilih panggilan Saudara Acting Presiden yang menjadi agak canggung pada waktu itu.

Assaat bukan ahli pidato, ia tidak suka banyak bicara, tetapi segala pekerjaan dapat diselesaikannya dengan baik, semua rahasia negara dipegang teguh. Ia seorang yang taat melaksanakan ibadah, tak pernah meninggalkan salat lima waktu, dan adalah seorang pemimpin yang sangat menghargai waktu, seperti juga Bung Hatta.

Baca Juga: Sejarah Terbentuknya Burgerkill, Eben Bertemu Ivan dan Kimung di Ruang BK SMAN 1 Ujungberung

Sebab pada bulan Agustus 1950, negara-negara bagian RIS melebur diri dalam Negara Kesatuan RI. Saat menjadi Acting Presiden RI, Assaat menandatangani statuta pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Setelah pindah ke Jakarta, Assaat menjadi anggota parlemen (DPR-RI), hingga duduk dalam Kabinet Natsir menjadi Menteri Dalam Negeri September 1950 sampai Maret 1951. Setelah Kabinet Natsir bubar, ia kembali menjadi anggota Parlemen.***

Editor: Rustandi

Sumber: Wikipedia

Tags

Terkini

Terpopuler