Tata cara pengurangan penghasilan kena pajak ini diatur dalam PP No. 18 tahun 2009 tentang ‘Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan’, Keputusan Dirjen Pajak No. 163 tahun 2003 tentang ‘Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan’ dan regulasi lainnya agar memudahkan muzaki dalam menunaikan zakat sekaligus mengurangi kewajiban atas pajak penghasilan mereka.
Baca Juga: 13 Orang Ikuti Seleksi Calon Pimpinan BAZNAS Kabupaten Bandung, Berikut Daftar Namanya
Secara mudah, muzaki dapat membayar zakat kepada LAZ atau BAZNAS yang memiliki legalitas dan tercatat resmi untuk mendapatkan Bukti Setor Zakat (BSZ) yang kemudian akan dilampirkan pada laporan SPT tahunan.
Profesionalitas dan Kolaborasi
Baik zakat maupun pajak harus dikelola secara profesional agar tujuan besar keduanya dapat tercapai. Dalam hal ini, pengawasan kedua instrumen tersebut sudah diatur dalam Undang-Undangnya masing-masing.
Kepercayaan publik untuk menyalurkan zakat dan pajaknya kepada pengelola zakat dan pajak merupakan tantangan yang harus dibuktikan dengan asas kepatuhan dan asas kepatutan.
Artinya, setiap pengelola zakat maupun pajak harus patuh kepada regulasi seperti memastikan dana dikelola secara profesional dan sesuai ketentuan agama, regulasi serta peka terhadap norma sosial di masyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan dan dikolaborasikan antara pengelolaan zakat dan pajak. Pertama, aturan zakat pengurang pajak tentu dapat meningkatkan pengumpulan zakat, dan pada ujungnya akan berdampak langsung kepada mengurangi ketimpangan dan pengentasan angka kemiskinan.