Pada Rapat Paripurna HJKB 213 Ema Sumarna Bacakan Sejarah Bandung, Begini katanya

- 26 September 2023, 15:08 WIB
Pada Rapat Paripurna HJKB 213 Ema Sumarna Bacakan Sejarah Bandung, Begini katanya
Pada Rapat Paripurna HJKB 213 Ema Sumarna Bacakan Sejarah Bandung, Begini katanya /

JURNAL SOREANG - Pada perayaan Hari Jadi ke 213 Kota Bandung, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna, menyampaikan sejarah Kota Bandung dalam Rapat Paripurna HJKB ke 213 yang digelar di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung pada Senin, 25 September 2023.

Sejak tahun 1998, Pemerintah Kota Bandung telah menetapkan tanggal 25 September sebagai "Hari Jadi Kota Bandung." Namun, sebelumnya, terdapat beragam pandangan mengenai hari jadi Kota Bandung yang mengidentikkan tanggal pembentukan Gemeente Bandung pada tanggal 1 April 1906. Sehingga, tanggal 1 April pernah diperingati sebagai Hari Jadi Kota Bandung.

Dalam masyarakat, ada juga anggapan bahwa Hari Jadi Kota Bandung jatuh pada tanggal 25 Mei 1910. Sehingga, sebelum tahun 1998, pemahaman mengenai Hari Jadi Kota Bandung menjadi simpang siur.

Baca Juga: Bupati Bandung Menggagas Bulan Gebyar LCO untuk Pengelolaan Sampah Organik dan Konservasi Sumber Daya Air

"Mengingat pentingnya pelurusan sejarah, pada tahun 1997, Pemerintah Kota Bandung mengadakan seminar dan sarasehan, serta melakukan serangkaian kegiatan diskusi yang melibatkan sejumlah pakar dari berbagai profesi, seperti sejarawan, pakar pemerintahan, budayawan, dan tokoh masyarakat. Kegiatan ini menghasilkan kesepakatan bahwa tanggal 25 September 1810 adalah Hari Jadi Kota Bandung," kata Ema.

Ia juga menjelaskan bahwa proses berdirinya Kota Bandung tidak bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota Bandung dibangun dengan jarak waktu yang cukup lama setelah Kabupaten Bandung berdiri.

Kabupaten Bandung sendiri dibentuk sekitar pertengahan abad ke-17 Masehi, dengan bupati pertamanya bernama Tumenggung Wiraangunangun. Saat itu, kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni kepada Pemerintah Hindia Belanda, yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal pertama, Herman Willem Daendels.

Untuk memfasilitasi kelancaran tugas di Pulau Jawa, Daendels membangun jalan raya pos (Groote Poshweg) dari Anyer di ujung Jawa Barat hingga Panarukan di ujung Jawa Timur. 

Baca Juga: Rekap Hasil Klasmen BRI Liga 1 Pekan ke 13, Madura United Kokoh di Puncak, Persib Bandung Kian Melejit?

Pembangunan jalan ini melibatkan rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing.

Di daerah Bandung khususnya dan daerah Priangan umumnya, pembangunan jalan raya pos dimulai pada pertengahan tahun 1808, dan jalan raya ini dikenal dengan nama Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Asia Afrika, Jalan A. Yani, dan berlanjut hingga Sumedang.

"Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, Daendels pada tanggal 25 September 1810 mengirim surat kepada Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawadak (saat ini dikenal sebagai Tanjungsari)," tambahnya.

Pada akhir tahun 1808, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak menuju lahan yang akan menjadi ibukota baru. 

Baca Juga: Pecinta Kucing Merapat, Berikut ini Adalah Rekomendasi Cafe Kucing di Amerika Serikat

Awalnya, bupati tinggal di Cikalintu (kini dikenal sebagai Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, dan selanjutnya ke kampung Bogor (sekarang dikenal sebagai Kebon Kawung), yang merupakan lahan Gedung Pakuan saat ini.

Meskipun tidak diketahui secara pasti berapa lama Kota Bandung dibangun, kota ini tidak dibangun atas prakarsa Daendels, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung. 

Pembangunan kota ini dipimpin langsung oleh bupati R.A. Wiranatakusumah II, yang dikenal sebagai "The Founding Father" Kota Bandung.

Kota Bandung secara resmi diresmikan sebagai ibu kota baru Kabupaten Bandung pada tanggal 25 September 1810. Oleh karena itu, hingga saat ini, tanggal 25 September 1810 dianggap sebagai "Hari Jadi Kota Bandung" yang sah, dan status ini telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung melalui Peraturan Daerah nomor 35 Tahun 1998.

Baca Juga: Dorong Pendapatan Petani, China Rilis Rencana Reformasi Untuk Sistem Tenurial Hutan Kolektif

Sejak berdirinya Kota Bandung hingga pertengahan tahun 1864, kota ini berfungsi sebagai ibu kota kabupaten yang sepenuhnya diperintah oleh bupati R.A. Wiranatakusumah II, kemudian dilanjutkan oleh Bupati R.A. Wiranatakusumah III (periode 1829-1846) dan Bupati R.A. Wiranatakusumah IV (periode 1846-1874).

Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakusumah IV, tepatnya sejak tanggal 7 Agustus 1864, Kota Bandung berfungsi sebagai ibukota Keresidenan Priangan, menggantikan Kota Cianjur yang rusak berat akibat letusan Gunung Gede.

"Dengan demikian, terjadi dualisme pemerintahan, yakni berlangsungnya pemerintahan kabupaten dan pemerintahan keresidenan. Hal ini berlangsung sampai Kota Bandung menjadi kota berpemerintahan otonom yang disebut Gemeente (sejak 1 April 1906)," jelas Ema.

Gemeente Bandung dibentuk saat Kabupaten Bandung diperintah oleh bupati ke-10, yaitu R.A.A. Martanegara, yang menggantikan bupati R.A. Kusumadilaga. Dengan berdirinya pemerintahan Gemeente, Kota Bandung memiliki tiga bentuk pemerintahan, yaitu kabupaten, keresidenan, dan Gemeente.

"Pemerintahan Gemeente sebagai pemerintahan kota yang bersifat otonom, lebih dominan daripada kedua pemerintahan lainnya di Kota Bandung. Sejak tanggal 1 Oktober 1926, sebutan Gemeente diubah menjadi Stad.***

Editor: Yoga Mulyana

Sumber: Humas Pemkab Bandung


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah