JURNAL SOREANG - Hingga kini mural masih banyak dan tersebar di tiap penjuru kota.
Di satu sisi, mural adalah salah satu seni yang dapat dijadikan media untuk menyampaikan kritik.
Hanya saja sekarang ini banyak mural yang dianggap menghina oleh pemerintah.
Baca Juga: Marak Mural, Warga Kelurahan Arjuna, Kota Bandung, Tak Ketinggalan, Mural untuk Pesan Moral
Ridwal Kamil berinisiatif mengajak warga berdialog.
Dialog dimaksudkan untuk menyepakati batasan antara kritik dan hinaan.
“Kita ini harus berdialog, dalam merumuskan batas. Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas,” ujar Ridwan Kamil dikutip Instagram pribadinya.
Baca Juga: Mural Mirip Presiden Jokowi Muncul di Dago Kota Bandung, Netizen: Makin Dilarang Makin Banyak
Berdialog memang diperlukan untuk memberikan wawasan kepada masyarakat dalam membedakan kritik dan hinaan.
Sudah sepantasnya masyarat berjiwa besar, menyampaikan kritik dengan baik, tidak menghina.
“Orang berjiwa besar bicarakan gagasan, orang berjiwa kerdil bicarakan/gosipkan orang,” ujar Ridwan Kamil.
Ridwan kamil mengajak masyarakat untuk lebih memahami antara kritik dan hinaan.
“Jika belum ada kesepahaman, maka tafsir boleh/tidak boleh akan selalu menyertai perjalanan dialektika, ini kritik atau hinaan, dalam perjalanan demokrasi bangsa ini,” ujar Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil minta pembuat mural tidak bawa perasaan (baper), jika karyanya hilang karena dihapus aparat.
Baca Juga: Bukan Jokowi 404:Not Found, Greenpeace Indonesia: Ini Mural Yang Harus Dihapus
“Pelaku mural juga harus paham dan jangan baper, jika karyanya suatu hari akan hilang. Apalagi tanpa ijin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun hilang ditimpa pemural lainnya,” ujar Ridwan Kamil
Apalagi membuat mural di tembok orang lain tanpa izin.***