JURNAL SOREANG - Festival biasanya identik dengan hal-hal meriah dan menyenangkan, namun berbeda dengan festival yang ada di negara Madagaskar.
Di Madagaskar, terdapat suatu festival yang sudah jadi tradisi bernama Famadihana yaitu ritual menari bersama mayat.
Festival ini benar-benar melibatkan jenazah orang yang sudah meninggal sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Ini semacam acara kumpul keluarga, seluruh anggota keluarga berkumpul dan bergembira bersama tanpa terkecuali, termasuk mereka yang sudah tiada.
Suku Malagasi, penduduk asli Madagaskar di benua Afrika, percaya bahwa nenek moyang dan leluhur mereka tak boleh dilupakan.
Oleh sebab itulah Famadihana digelar supaya anggota keluarga baru, misal para menantu atau anak-anak, bisa menjumpai keluarganya secara langsung meskipun hanya dengan jasadnya saja.
Baca Juga: Viral! Dokumen Pribadi Mantan Menteri Beredar di Medsos, Ini Reaksi Netizen
Setiap mayat memang dimakamkan di kuburan temporer, maka mereka bisa dengan leluasa membongkarnya tanpa kesulitan ketika hendak mengadakan festival ini.
Teknis festival Famadihana ini terbilang cukup serius. Satu tahun sebelumnya, para keluarga sudah membahas tanggal, pengeluaran, sampai daftar tamu.
Setelah mendapatkan tanggal pelaksanaan, kuburan keluarga akan dibuka selama dua sampai tiga hari, untuk kemudian memulai upacara sakral tapi meriah ini.
Baca Juga: 23 Daerah di Indonesia Ini Diprediksi Akan Tenggelam Beberapa Tahun Mendatang, Daerah Mana Saja Itu?
Selama festival, tetangga dan penduduk sekitar juga diundang dan diberi kudapan berupa nasi, daging babi atau sapi.
Para tamu datang ke Famadihana, wajib memberi beras dan uang pada penyelenggara.
Orang-orang biasanya memakai pakaian terbaiknya, dikelilingi sekelompok musisi yang memainkan terompet, genderang, dan seruling Malagasi.
Baca Juga: Kemunculan David da Silva Tak Terduga, Angkat Barbel dan Jajal Fasilitas Gym Persib
Semuanya beramai-ramai secara beriringan berjalan dari desa menuju makam.
Sesampai di sana, jenazah selanjutnya dipindahkan dan diletakkan di atas tikar buluh.
Tubuh jenazah lalu dibungkus dengan kain kafan baru, sembari diberi sesuatu yang jadi favorit jenazah semasa hidup. Bisa rokok, minuman beralkohol, parfum, atau apa pun.
Sesudah dibungkus, para keluarga kemudian menari dengan tubuh mayat nenek moyang ini, sembari mengenalkannya pada anggota baru keluarga.
Sayangnya, tradisi Famadihana mulai ditinggalkan. Selain karena anggapan bahwa tradisi ini bertentangan dengan agama, biaya untuk melakukan Famadihana juga terlampau mahal.
***