Simak! Berikut 6 Fakta Aneh, Menarik, dan Kejam di Era Kehidupan Jepang Kuno

17 Desember 2021, 18:08 WIB
Ilustrasi kehidupan di era Jepang kuno /Wildan apriadi /Instagram @artfromjapan

JURNAL SOREANG - Setelah lebih dari satu abad perang saudara, Jepang dipersatukan kembali oleh panglima perang militer, Tokugawa Ieyasu, pada tahun 1603 dan mendirikan dinasti Keshogunan Tokugawa hingga 1867.

Periode sejarah Jepang ini dikenal sebagai era Edo, dinamai berdasarkan ibu kota negara (sekarang Tokyo). Selama lebih dari 200 tahun, keshogunan membuat Jepang tertutup dari dunia.

Meskipun terisolasi, dinasti ini menikmati periode stabilitas dan masa keemasan yang panjang. Kehidupan Jepang pada era itu penuh warna serta banyak aspek unik yang membuatnya berbeda dari tempat lain saat itu.

Baca Juga: Resmi Dilepas Persib, Wander Luiz Dikabarkan Merapat Ke PSS Sleman Yogyakarta

1. Sistem hukumnya kejam.
Memotong tangan atau memenggal kepala seorang yang melakukan tindakan kriminal mungkin sudah jadi pemandangan biasa pada zaman itu, namun orang Jepang ketika itu sedikit berlebihan dalam menjalankan hukum dan keadilan.

Misalnya, tidak melaporkan kasus pencurian akan sama hukumnya dengan mencuri, yang mana si pencuri akan dihukum dengan cara diusir hingga di mutilasi, atau di beberapa kasus ditato di dahinya.

Sementara penjahat kasus lain bisa dihukum dengan cara ditelanjangi dan dipaksa duduk di depan umum selama tiga hari.

Sedangankan ekseskusi mati akan ditimpakan kepada pelaku kejahatan serius dengan hukuman berupa disalib atau dicabik, bisa juga dipertintahkan untuk bunuh diri paksa dengan cara mengeluarkan isi perut menggunakan samurai.

Baca Juga: Kades Studi Banding ke Bali, Risdal: Harusnya, Prioritaskan Dulu Penangan Kemiskinan Ekstrim Bagi Masyarakat

2. Perceraian sangat umum.
Tingkat perceraian di era Edo adalah yang paling tinggi. Di beberapa daerah bisa mencapai angka 40 persen, yang mana itu mungkin belum termasuk kasus yang tak dilaporlan.

Perceraian dan pernikahan ganda cukup umum, terutama di kalangan kelas bawah. Perceraian tetap tinggi di Jepang sampai akhir abad ke-19, sebelum adanya pengaruh Barat seperti modernisasi dan reformasi yang pelan-pelan membuat tingkat perceraian mulai menurun.

3. Kotoran manuisa dianggap sebagai komoditas berharga. Di masa itu, Jepang mengalami kekurangan pasokan kotoran hewan yang dapat digunakan sebagai pupuk.

Untuk mengakali krisis ini, para petani menggantinya dengan sesuatu yang disebut "tanah malam", yaitu kotoran manusia yang dikumpulkan pada malam hari.

Baca Juga: Negara Ini Paling Vokal Membenci Indonesia, Bukan Malaysia, Brunei Darussalam atau Thailand

Mengumpulkan, menjual, dan membeli "tanah malam" adalah bisnis yang serius kala itu. Bahkan, mencuri "tanah malam" bisa membuat pelakunya dipenjara.

Tapi hebatnya, industri "tanah malam" menjadikan Edo Jepang sebagai salah satu tempat terbersih pada masanya.

4. Prostitusi legal dan brutal
Bisnis prostitusi di era Edo lebih mirip perbudakan seks. Keluarga miskin banyak yang menjual anak perempuannya ke rumah bordil untuk memenuhi pendapatan atau melunasi utang.

Rumah bordil akan memaksa mereka menandatangani kontrak keras yang menjamin bahwa mereka tidak akan pernah bisa melarikan diri, tapi untuk pelacur berpangkat rendah, kondisi kerja seringkali cukup brutal.

Baca Juga: Terungkap! 8 Negara Ini Dukung Kemerdekaan Papua Barat dan Membenci Indonesia

Meskipun klinik kesehatan tersedia, penyakit kelamin merajalela dan mematikan. Pelacur rata-rata meninggal muda, seringkali karena bunuh diri atau komplikasi yang berkaitan dengan aborsi.

5. Dilarang keluar masuk negara
Dalam dekrit negara yang dikeluarkan tahun 1635, Tokugawa melarang kapal Jepang berlayar ke negara asing, dengan ganjaran jika aturan ini dilanggar maka hukumannya adalah hukuman mati.

Undang-undang ini tampak sangat keras, tetapi pemerintah ingin mengekang pengaruh misionaris Kristen dan pedagang Eropa yang berpotensi mengganggu kestabilan negara.

Pada 1639, dekrit baru dikeluarkan yang berisi larangan untuk kedatangan negara asing ke wilayah mereka, terutama Portugis.

Baca Juga: Unik dan Aneh, Berikut 10 Fakta Gaya Berpacaran Orang Jepang Beda Banget Sama Indonesia

Setiap kapal Portugis yang berusaha mendarat di tanah Jepang akan dihancurkan, dan semua penumpangnya akan dipenggal.

6. Rata-rata tinggi pria hanya sekitar 155 sentimeter. Di antara beberapa kelas dan status sosial penduduk pada masa itu, hanya kalangan petani lah yang kenakan pajak, di mana petani merupakan mayoritas penduduknya saat itu.

Namun pada umunya, banyak sekali petani dan keluarganya hidup dalam kondisi yang mengerikan.

Kemiskinan begitu buruk di beberapa daerah sehingga keluarga melakukan pembunuhan bayi.

Baca Juga: Bukan Jepang, Maupun Thailand, Inilah 8 Fakta Negara Nauru Yang Kaya Raya Namun, Jatuh Miskin

Menurut sebuah studi oleh Museum Nasional Alam dan Sains Tokyo, tinggi rata-rata pria dan wanita Jepang dewasa selama periode Edo adalah masing-masing 155 dan 145 sentimeter.

Baca Juga: Bukan Jepang, Maupun Thailand, Inilah 8 Fakta Negara Nauru Yang Kaya Raya Namun, Jatuh Miskin

Dengan menganalisis hampir 10.000 penduduk saat itu, para peneliti menemukan bahwa banyak orang yang kekurangan gizi, bahkan beberapa di antaranya menunjukkan penyakit sifilis.***

Editor: Rustandi

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler