JURNAL SOREANG - Ogoh-ogoh menjadi salah satu tradisi yang digelar menjelang Hari Raya Nyepi. Tradisi ini dilakukan beramai-ramai oleh umat Hindu, khususnya mereka yang berada di Pulau Dewata.
Ogoh-ogoh adalah boneka raksasa yang diarak keliling desa pada saat menjelang malam sebelum hari raya Nyepi (ngerupukan) yang diiringi dengan gamelan Bali yang disebut Bleganjur, kemudian untuk dibakar.
Ogoh-ogoh merupakan replika perwujudan roh jahat atau Bhuta Kala dalam bentuk patung atau boneka besar. Boneka ini terbuat dari kertas, styrofoam, karet, dan bahan lainnya. Biasanya, boneka raksasa ini ditemukan dalam acara tertentu seperti Hari Raya Nyepi, upacara bersih desa, dan lainnya.
Baca Juga: Wajib Coba! Air Cucian Beras Bisa Dijadikan Pupuk? Simak Cara Pembuatannya
Sejumlah sumber mengatakan bahwa ogoh-ogoh berawal dari patung lelakut yang berfungsi mengusir burung yang memakan hasil tani di sawah. Namun, ada juga yang menyebut bahwa boneka tersebut merupakan bentuk kesenian Ndong-nding di wilayah Karangasem dan Gianyar Bali.
Dilansir dari prokomsetda.bulelengkab.go.id, sejarah Ogoh-ogoh di Bali bermula pada 1983.
Pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali. Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional.
Baca Juga: Kim Tae Ri Membacakan Buku, Isinya Karya Sastra Semua
Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut Ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar. Budaya baru ini semakin menyebar ketika Ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.