Jika pemerintah belum mampu mengcover subsidi tersebut, maka dengan kewenangan yang dimilikinya, mengapa tidak menarik pertanggungjawaban para pemesan dan pembeli (buyer) yang berasal dari negara tujuan, untuk menyisihkan keuntungan yang mereka dapat kepada pekerja-nya di sini.
"Dengan kata lain, pemerintah idealnya mampu menghitung nilai tukar pekerja yang dikontribusikan pada rantai pasokan pada industry-industri tersebut sebagai nilai tambah atas upah yang mereka terima saat ini. Itu pandangan kita dari AFWA, “ tegas Rizki Estrada.
Rizki menilai subsidi atas pemotongan upah oleh Pemerintah ini realistis. Apalagi di masa pandemi, pemerintah mampu memberikan bantuan subsidi upah.
Menurut Erik, subsidi upah oleh negara ini, amat realistis. Belum ada pernyataan secara eksplisit bahwa Indonesia sedang terancam krisis ekonomi.
"Wacana media terakhir yang pernah muncul, salah satu Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri saja justru menyatakan Indonesia berpotensi menjadi pasar utama, basis produksi dan pusat ekspor industry tekstil dan produk tekstil (TPT) dan Alas Kaki karena memiliki cukup keunggulan. Beliau menyatakan tahun 2022 saja kinerja neraca perdagangannya surplus kok," katanya.
"Kebijakan Permenaker ini sangat subjektif dan Belajar dari 3 tahun sebelumnya di masa covid-19, pemerintah sendiri mampu memberikan bantuan subsidi upah. Hampir 2-3 kali.” pungkas Rizki Estrada.***
Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal Soreang, FB Page Jurnal Soreang, Youtube Jurnal Soreang, Instagram @jurnal.soreang dan TikTok @jurnalsoreang