"Memang, secara aturan perundangan memang tidak ada pelanggaran. Tetapi dari sisi kepatutan ini jelas sebuah kesalahan organisasi," jelasnya.
Sebab, kata Risdal, ketika hal itu benar terjadi dikhawatirkan timbul konflik kepentingan dan memang mengundang potensi masalah yang lebih besar.
"Dikhawatirkan akan timbul konflik kepentingan antara tugas sebagai pembina prestasi olahraga cabor dengan kebutuhan untuk membayar kewajiban angsuran bank itu," katanya.
Lebih lanjut Risdal mengatakan, KONI sebagai organisasi atau lembaga mengetahui terkait SK pengurus yang diagunkan kepada pihak Bank.
"Karena biasanya, surat referensi dan rekomendasi sebagai persyaratan administrasi pengajuan kredit harus dibuat dan disampaikan," tuturnya.
Namun, tambah Risdal, atau mungkin secara kelembagaan antara KONI dan Bank tersebut sudah membuat MoU kerjasama mengenai kebutuhan keuangan para pengurus itu.
"KONI itu sebagai penerima hibah yang termaktub penggunaanya untuk pembinaan Cabor, termasuk untuk operasional dan honorarium pengurus," jelasnya.
Seperti diketahui pada tahun 2022 KONI menerima hibah Rp20 miliar, sementara tahun 2023 pemkab Bandung mengalokasikan sekitar Rp7 miliar.